Malam Natal, 24 Desember 2000, menjadi momen yang tak terlupakan bagi umat Kristiani di Mojokerto. Namun, malam itu juga menjadi saksi bisu Aksi Heroik Riyanto, seorang anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama (NU) dari Kelurahan Prajurit Kulon. Riyanto, pemuda kelahiran Kediri, 19 Oktober 1975, dengan gagah berani mempertaruhkan nyawanya demi menyelamatkan ratusan jemaat Gereja Sidang Jemaat Pentakosta di Indonesia (GSJPDI) Eben Haezer dari ancaman bom. Kisah heroiknya tak hanya menggugah rasa kemanusiaan, tetapi juga menjadi simbol toleransi antarumat beragama di Indonesia.

Latar Belakang Riyanto
Riyanto adalah anak pertama dari tujuh bersaudara pasangan Sukarmin (74) dan Katinem (65). Ia tumbuh dalam keluarga sederhana. Ayahnya yang seorang pengayuh becak, menanamkan semangat kerja keras kepada Riyanto sejak kecil. Sebagai anggota Banser, Riyanto dikenal pendiam, taat, dan penuh dedikasi. Rekan-rekan seorganisasinya mengenangnya sebagai pribadi yang lugas, patuh, dan selalu siap menjalankan tugas.
Malam Natal yang Mencekam
Pada malam yang menentukan itu, Riyanto bersama empat anggota Banser lainnya bertugas menjaga keamanan Gereja Eben Haezer. Sebelum bertugas, ia sempat bertanya kepada rekannya tentang hukum seorang Muslim yang meninggal saat menjaga ibadah umat agama lain. Pertanyaan itu sontak mengagetkan rekan-rekannya. Namun, jawaban yang ia terima, bahwa meninggal dalam tugas kemanusiaan adalah mati syahid, justru membuat Riyanto terdiam sejenak, seakan mempersiapkan diri untuk sebuah pengorbanan besar.
Menjelang akhir prosesi misa malam Natal, seorang jemaat gereja melaporkan adanya tas mencurigakan. Riyanto dan rekannya segera memeriksa tas tersebut. Ketika dibuka, mereka menemukan bom dengan rangkaian kabel dan paku yang sudah mengeluarkan asap.
Aksi Heroik Riyanto
Melihat bom tersebut, Riyanto segera mengambil tindakan cepat. Ia membawa tas berisi bom itu menjauh dari lokasi gereja demi memastikan keselamatan jemaat. Sayangnya, bom tersebut meledak lebih dahulu sebelum Riyanto sempat membuangnya ke tempat yang aman. Ledakan itu merenggut nyawa Riyanto seketika. Tubuhnya ditemukan terkoyak hingga 30 meter dari lokasi ledakan. Meskipun demikian, aksi heroiknya yang penuh keberanian berhasil menyelamatkan ratusan jemaat yang berada di gereja pada malam itu.
Warisan Toleransi Riyanto
Aksi heroik Riyanto menunjukkan makna toleransi sejati. Di tengah situasi panas konflik antaragama pada masa itu, Riyanto menjadi simbol keberanian dan kemanusiaan. Ia rela mempertaruhkan nyawanya demi melindungi orang lain tanpa memandang perbedaan keyakinan. Sikap ini sejalan dengan ajaran Gus Dur, yang saat itu menegaskan bahwa Banser NU bertugas menjaga perdamaian dan melindungi seluruh warga negara Indonesia tanpa diskriminasi.
Hingga kini, Riyanto terus dikenang sebagai pahlawan kemanusiaan. Makamnya di TPU Kelurahan Prajurit Kulon sering diziarahi oleh tokoh agama, anggota Banser, dan jemaat gereja. Sebagai bentuk penghormatan, Pemerintah Kota Mojokerto mengabadikan namanya sebagai nama jalan di wilayah Prajurit Kulon dan membangun sebuah gapura megah di Jalan Riyanto.
Pada tahun 2020, Pimpinan Pusat GP Ansor memberikan gelar “Pejuang Kerukunan Umat Beragama” kepada Riyanto. Gelar ini menjadi pengakuan atas dedikasinya dalam menjaga perdamaian dan toleransi di Indonesia.
Meneladani Semangat Riyanto
Aksi heroik Riyanto mengajarkan kita untuk selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Koordinator Jaringan Gusdurian Mojokerto, Kholilulloh, menekankan pentingnya melanjutkan semangat kemanusiaan Riyanto untuk menciptakan perdamaian di Indonesia.
“Betapa bahwa nilai ketangguhan yang berlandaskan toleransi tanpa memandang perbedaan harus terus digemakan,” ujar Pj. Wali Kota Mojokerto, Ali Kuncoro. Pesan ini sangat relevan untuk membangun kehidupan bermasyarakat yang damai dan harmonis.
Sejak malam Natal 2000, peringatan atas pengorbanan Riyanto dilakukan setiap tahun. Gus Dur sendiri hadir pada peringatan lima tahun kepergiannya. Dalam kesempatan itu, Gus Dur menegaskan bahwa aksi Riyanto adalah contoh nyata perjuangan kemanusiaan.
Aksi heroik Riyanto juga menginspirasi banyak anggota Banser lainnya untuk terus menjalankan tugas pengamanan ibadah lintas agama. Dalam setiap tugasnya, mereka membawa semangat Riyanto sebagai teladan.
Banser dan Toleransi Beragama
Hingga kini, anggota Banser NU terus aktif dalam menjaga keamanan ibadah lintas agama, termasuk pada malam Natal. Keberadaan mereka menjadi wujud nyata toleransi antarumat beragama. Humas Keuskupan Agung Jakarta, Susyana Suwadie, menyampaikan apresiasi kepada Banser yang selalu hadir membantu pengamanan ibadah Natal, seperti di Gereja Katedral Jakarta.
“Teman-teman dari Banser menunjukkan toleransi yang sangat baik,” kata Susyana.
Kisah Riyanto adalah bukti nyata bahwa toleransi dan kemanusiaan bisa menjadi jembatan perdamaian di tengah perbedaan. Sosok Riyanto akan terus hidup dalam ingatan kita sebagai pahlawan yang rela mengorbankan segalanya demi keselamatan sesama.
